SELAMAT DATANG DI BLOGSPOT.SAGAMULYA

SELAMAT DATANG DI BLOGSPOT.SAGAMULYA

Kamis, 23 April 2015

TEORI KONSTRUKTIVISME



  1. Pandangan Teori Konstruktivisme tentang Belajar

Menurut teori konstruktivisme, belajar tidak sekedar menghafal. Agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan yang diperolehnya maka siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide.
            Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan cara:
1.     Membuat informasi bermakna dan relevan dengan kebutuhan siswa.
2.     Memberi siswa kesempatan menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri.
3.     Menyadarkan siswa untuk menerapkan stategi mereka sendiri dalam belajar.
Esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya.
Menurut teori ini, di dalam belajarnya, siswa harus aktif menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru, membandingkan dengan aturan lama, dan memperbaiki aturan itu apabila sudah tidak sesuai lagi. Perubahan kognitif terjadi apabila konsep-konsep sebelumnya mengalami disekuilibrasi saat dikaitkan dengan informasi baru.
Teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa di dalam pembelajaran mereka sendiri dibandingkan dengan apa yang saat ini dilaksanakan pada mayoritas kelas. Karena penekanannya pada peran aktif siswa, strategi konstruktivisme sering disebut Pengajaran berpusat pada siswa (student centered instruction). Di dalam kelas yang berpusat pada siswa, peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberi ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.

  1. Sejarah Konstruktivisme
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah menjadi suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi baru. Menekankan adanya hakikat social dari belajar, untuk menggunakan kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok berbeda-beda.
            Konstruktivisme modern yang berlandaskan pada teori Vygotsky menekankan pembelajaran kooperatif, berbasis kegiatan dan penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya antara lain:
1.     Siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Dikenal prinsip hakikat social belajar
2.     Siswa belajar paling baik apabila konsep itu berada di dalam zona perkembangan terdekat mereka (Zone of proximal development). Yaitu tingkat perkembangan actual dan tingkat perkembangan potensial
3.     Prinsip pemagangan kognitif (cognitive apperenticeship), mengacu kepada proses seseorang yang secara tahap demi tahap memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan pakar.
4.     Prinsip Scaffolding atau mediated learning, adalah dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah.

  1. Pandangan Konstruktivis dalam Pembelajaran
Implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
    1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya.  Disaping kebenaran jawaban, siswa harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban tersebut.
    2. Proses Top – Down.
Pendekatan  konstruktivisme dalam pembelajar lebih menekankan kepada pengajaran top-down ketimbang bottom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya menemukan ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan.Berbeda dengan pembelajaran tradisional yang menekankan bottom-up, yang memulai dari keterampilan-keterampilan dasar, berangsur-angsur keketerampilan yang lebih tinggi dan seterusnya sampai keterampilan yang kompleks.
    1. Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan)
Pembelajaran penemuan merupakan satu komponen penting di dalam pendekatan konstruktivisme. Di dalam pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip tersebut.
            Belajar dengan penemuan memiliki beberapa keuntungan antara lain: membangkitkan keingintahuan, memotivasi mereka untuk melanjutkannya dengan penelitian sehingga mereka menemukan jawabannya, belajar memecahkan masalah secara mandiri dan berlatih berpikir kritis (Nur, dkk, 2002)

    1. Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya, maka pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran dilakukan melalui pembelajarn kooperatif.
Pada pembelajaran kooperatif, siswa secara rutin bekerja dalam kelompok 4-5 orang yang berkemampuan berbeda, untuk saling membantu memecahkan masalah yang kompleks.

    1. Pembelajaran Generatif
Strategi pembelajaran generatif mengajarkan siswa metode-metode spesifik dalam melakukan kerja mental menangani informasi baru. Pembelajaran generatif didasari teori yang menekankan pengintegrasian aktif materi baru denga skema yang ada di benak siswa.

    1. Pembelajaran dengan Pengaturan Diri (Self regulated learning)
Konstruktivisme memiliki wawasan siswa ideal, yaitu siswa sebagai seorang pebelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri (Self regulated learner). Siswa yang mampu mengatur dirinya sendiri adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan tahu bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu.

    1. Scaffolding
Scaffolding didasarkan pada konsep Vygotsky tentang pembelajaran berbantuan. Fungsi mental yang lebih tinggi, termasuk kemampuan untuk mengarahkan memori dan atensi untuk tujuan tertentu dan kemampuan untuk berpikir dengan symbol-simbol, adalah perilaku yang memerlukan bantuan media.


Scaffolding berupa pemberian bantuan kepada siswa berupa bantuan yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara bertahap mengalihkan tanggungjawab belajar kepada siswa untuk bekerja atas arahan diri mereka sendiri.

    1. Mengajarkan Pemecahan Masalah dan Keterampilan Berpikir
a.     Pemecahan Masalah
Disadari atau tidak oleh seorang guru, menurut Gagne, bahwa hakikatnya hasil belajar yang paling tinggi yang harus dicapai adalah kemampuan untuk memecahkan masalah.
b.    Keterampilan Berpikir
Program keterampilan berpikir yang paling luas dikenal adalah instrumental enrichment. Yaitu program keterampilan berpikir di mana siswa mengerjakan latihan tes tertulis yang dirancang untuk mengembangkan berbagai kemampuan intelektual.

  1. Ciri-ciri Pendekatan Konstruktivisme
Beberapa cirri konstruktivisme dalam pembelajaran dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut:
    1. Mencaritahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa
    2. Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa
    3. Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa
    4. Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa
    5. Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari
    6. Siswa lebih aktif dalam proses belajar karena focus belajar mereka pada proses pengintegrasian pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman/pengetahuan lama yang mereka punyai.
    7. Setiap pandangan sangat dihargai dan diperlukan. Siswa didorong untuk menemukan barbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi.
    8. Proses belajar harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing. Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan siswa untuk mengingat pelajaran lebih lama.
    9. Kontrol, kecepatan dan focus pembelajaran ada pada siswa.
    10. Pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dengan yang dialami langsung oleh siswa.

  1. Kendala yang Mungkin Muncul dalam Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme
Untuk keberhasilan penerapan suatu inovasi perlu diantisipasi kemungkinan hambatan dan kendala yang mungkin timbul. Di dalam penerapan konstruktivisme di dalam kelas, kendala-kendala yang seringkali muncul adalah sebagai berikut:
    1. Guru
a.     Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional. Guru tidak tertarik untuk melaksanakan konstruktivisme, karena guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran, memilih dan menggunakan media.
b.    Guru tetap mengajar dengan metode konvensional meskipun sudah mengikuti penataran. Ciri metode konvensional itu terpusat pada guru, chalk and talk, metode terbatas ceramah, tidak banyak alat peraga.
c.     Guru beranggapan bahwa mengajar dengan metode konvensional pun dapat mencapai tujuan. Guru beranggapan bahwa menggunakan metode baru akan menghambat tercapainya target kurikulum. Mereka beranggapan bahwa pembelajaran konstruktivisme memerlukan banyak waktu.
d.    Ada sejumlah guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
e.     Guru merasa kesulitan memberi contoh-contoh kongkrit dan realistic
f.     Beban guru sudah terlampau banyak
g.    Guru masih beranggapan bahwa mengajar itu untuk menghadapi tes dan menekankan kepada drill. Guru mengajar sebagaimana mereka dulu diajar oleh guru mereka.
    1. Siswa dan Orang tua
a.     Siswa mengharapkan informasi dari guru, mencatat dan mengerjakan tes pilihan ganda
b.    Siswa beranggapan bahwa terlalu banyak bertanya itu tidak sopan
c.     Siswa telah terbiasa dengan pembelajaran yang berpusat pada guru
d.    Siswa dan Orang tua mungkin memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.
    1. Kurikulum
a.     Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sangat sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terpusat
b.    Pendekatan konstruktivisme menuntut perubahan system evaluasi, yang munbgkin belum bias diterima oleh otorita pendidikan dalam waktu dekat
c.     Terlalu banyak bidang studi yang harus dipelajari, kurikulum sarat.

  1. Menjadi Guru yang Konstruktivisme
    1. Guru yang konstruktivisme merangsang dan menerima inisiatif dan autonomi siswa
    2. Guru konstruktivisme menggunakan data mentah dan sumber primer bersama dengan manipulasi, interaktif dan materi fisik.
    3. Jika merancang tugas, guru konstruktivisme menggunakan istilah kognitif: klasifikasikanlah, analisislah, ramallah, prediksilah.
    4. Guru konstruktivisme mengguanakan respon siswa untuk mengarahkan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan mengubah isi pelajaran
    5. Guru konstruktivisme menggali pemahaman siswa tentang suatu konsep sebelum berbagi dengan pemahamannya sendiri tentang konsep itu.
    6. Guru konstruktivisme merangsang siswa untuk melakukan dialog, baik dengan guru maupun dengan sesame siswa.
    7. Guru konstruktivisme merangsang inkuiri dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan pemikiran, pertanyaan ujung terbuka, dan merangsang siswa untuk saling mengajukan pertanyaan sesamanya.
    8. Guru konstruktivisme memberikan waktu tunggu setelah mengajukan pertanyaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar